Bonnie Blue, again!

Bonnie Blue, again!

Bonnie Blue, again!
Ilustrasi Bonnie Blus(Gemini)
Dibaca normal sekitar 5 menit
oleh Darwadi

Belum lama kita bahas soal Bonnie Blue, ternyata makin kesini si Bonnie alias Tia Emma Billinger malah makin menjadi dan berita soal dia jadi makin jadi pembahasan di seluruh Indonesia.

Awalnya dia terkena masalah imigrasi di Bali yang berujung deportasi. Bahkan, dia sempat mengarahkan publik buat subscribe videonya dan baca juga Drama Bokeper Bonnie Blue: Ketika "Subscribe" Jadi Jawaban Segala Masalah

Setelah kena sanksi blacklist sepuluh tahun dari pemerintah Indonesia, si Bonnie ini malah makin menjadi-jadi. Dia bikin ulah provokatif dengan memposisikan Bendera Merah Putih di bagian belakang celananya dan membiarkannya menyentuh tanah di tempat umum. Jelas kejadian ini bukan kejadian yang bisa ditolerir.

Opini ini akan bahas fenomena si Bonnie dengan bahasan santai pakai kacamata Psikologi dan Ilmu Komunikasi.

Bahasan dari sisi Psikologi

Ilustrasi dari bahasan sisi psikologis (Gemini)
Ilustrasi dari bahasan sisi psikologis (Gemini)
Coba kita lihat dari sisi psikologisnya, kalau seseorang dideportasi dan ditolak masuk ke sebuah negara, itu bisa dianggap sebagai serangan besar ke harga dirinya atau "Narcissistic Injury" (luka narsistik), apalagi dari seseorang pemuja validitas seperti si Bonnie

Buat orang yang doyan validasi dari luar seperti si Bonnie, penolakan kayak gini nggak bakal direspons dengan introspeksi namun sebalikanya, dia pakai mekanisme pertahanan diri yang namanya "Acting Out".

Jadi, tindakan melecehkan simbol negara yang dilakukan si Bonnie itu bisa kita artikan sebagai upaya untuk membalas dendam psikologis dengan tujuan membalikin rasa percaya diri dan superioritasnya. Dengan bikin ulah, dia berusaha mengubah cerita dari yang awalnya "aku ditolak" jadi "aku yang merendahkan kalian". Ini biar rasa malu dan sakit hatinya berkurang.

Di dunia digital sekarang, perhatian itu mahal banget harganya. Kelakuan si Bonnie jelas menunjukkan dia paham betul soal "Attention Economy". Ada sinyal kuat dia sengaja mengeksploitasi fakta bahwa konten yang isinya sentimen negatif atau kemarahan atau high-arousal emotions itu lebih cepat viral daripada yang positif.

Dengan mancing-mancing masyarakat Indonesia yang terkenal reaktif di internet, si Bonnie ini bisa dapat sorotan global dan traffic (lalu lintas interaksi), meskipun validasinya buruk. Ini jelas orientasi cari sensasi, di mana popularitas dan cuan diutamakan daripada etika dan norma sosial.

Meskipun aksinya di dunia nyata (fisik) tapi niat utamanya adalah buat dipamerkan di internet. Inilah yang memicu Efek Disinhibisi Online karena dia jadi merasa jauh dan nggak terbebani sama konsekuensi moralnya karena ada jarak geografis dari kita. Di benak si Bonnie, "Indonesia" itu mungkin cuma sekadar angka views doang, bukan kumpulan orang dengan perasaan. Makanya, dia jadi enteng banget bikin tindakan pelecehan simbolik tanpa rasa bersalah.

Bahasan dari sisi Ilmu Komunikasi

Ilustrasi dari bahasan sisi komunikasi (Gemini)
Ilustrasi dari bahasan sisi komunikasi (Gemini)
Sekarang kita bahas dari kenapa kita bisa semarah itu dari sisi Ilmu komunikasi punya jawabannya!

Kalau kita lihat pakai teori semiotika, bendera itu punya dua arti, arti harfiahnya itu selembar kain dan arti makna yaitu simbol kedaulatan, sejarah, dan harga diri bangsa. Dalam budaya kita, bagian tubuh bawah sering dianggap "rendah" atau profan, sementara bendera itu posisinya sakral dan mulia.

Tindakan Bonnie menaruh bendera di posisi rendah itu adalah komunikasi non-verbal yang menyampaikan pesan penghinaan dan desakralisasi. Secara semiotik, dia mencoba bilang kalau nilai luhur bendera itu nggak ada artinya. Tentu saja ini serangan langsung ke sistem nilai yang kita anut.

Terus, ada juga Social Identity Theory. Konsep diri kita itu kan sebagian besar terbentuk dari kelompok sosial atau secara utuh ya sebuah bangsa Indonesia. Simbol negara itu perwakilan visual dari identitas kelompok kita.

Jadi, kalau bendera kita dilecehkan, itu nggak cuma dianggap merusak benda mati, tapi terasa banget menyerang pribadi setiap warga negara. Makanya, respon tegas dari pemerintah (DPR dan KBRI) itu penting dan sudah sebagaimana semestinya. Itu adalah langkah krusial untuk menjaga harga diri dan kedaulatan bangsa kita di mata dunia.

Masalah ini juga diperparah sama perbedaan budaya. Indonesia itu penganut High-Context Culture, kita menjunjung tinggi kehormatan, simbol, dan harmoni sosial. Sementara kelakuan si Bonnie (mungkin) mencerminkan perspektif budaya yang lebih individualis dan kurang peduli dengan nilai-nilai komunal.

Ketidakmampuan atau mungkin kesengajaan dia buat memahami sensitivitas budaya kita ini jelas menunjukkan kurangnya etika komunikasi antarbudaya, atau malah sengaja memanfaatkannya buat provokasi.

Intinya, kelakuan Bonnie Blue itu dorongan emosi dan cari perhatian di media sosial. Kita sebagai bangsa harusnya meresponsnya dengan cara yang cerdas yaitu jalur hukum jalan terus (lewat KBRI), tapi kita di medsos jangan kasih dia panggung. Semakin kita marah-marah, semakin dia senang karena dapat traffic gratis! Singkatnya, biarin aja dia tantrum!
Tulisan lainnya
Social Media
kontak yeTerangkat
yuhuuuterangkat@gmail.com
-
yeTerangkat
tempat ide ketemu hati nurani dan ditulis!
-
yeTerangkat, tempat ide ketemu hati nurani dan ditulis!