24 Oktober 2025 11:24 am

Bukan Sekadar Belajar, Tapi Mengubah Takdir

Bukan Sekadar Belajar, Tapi Mengubah Takdir
Dibaca normal sekitar 10 menit
oleh Darwadi

Namanya Widati Wulandari, lahir di Surabaya, anak bungsu dari dua bersaudara. Orang-orang memanggilnya Wulan. Ia tumbuh di sebuah kampung padat di tengah kota, tempat suara klakson angkot dan deru kereta dari arah Pasar Turi menjadi musik pengiring kehidupan sehari-hari. Rumahnya kecil, beratap seng yang mulai berkarat di beberapa sisi, hanya cukup untuk menaruh sepeda sang ayah dan sebuah kursi tua di teras. Namun, di sanalah seluruh kisah tentang Wulan bermula, di tengah panasnya kota Surabaya, sempitnya ruang hidup, dan kerasnya perjuangan sehari-hari.

Ayahnya, Pak Sumarno, bekerja sebagai makelar pengadaan buku rapor untuk sekolah-sekolah dasar di Surabaya dan sekitarnya. Pekerjaan itu tidak tetap, bergantung pada musim pengadaan dan hubungan baik dengan kepala sekolah. Kadang dalam sebulan pesanan datang bertubi-tubi hingga tumpukan buku rapor memenuhi ruang tamu, tetapi di bulan berikutnya bisa saja tidak ada pekerjaan sama sekali. Sementara ibunya, Bu Marni, aktif sebagai kader di kelurahan. Ia sering terlihat membawa map berisi formulir posyandu, data warga, atau membantu ibu-ibu lain yang kesulitan dalam urusan administrasi.

Seiring bertambah usia, Wulan mulai memahami realitas bahwa ekonomi keluarganya tidak sekuat keluarga lain. Namun, satu hal yang selalu membuatnya kagum pada sang ayah adalah keyakinannya terhadap pentingnya pendidikan. Di tengah segala keterbatasan, sang ayah tidak pernah lelah menanamkan pesan bahwa sekolah adalah jalan keluar dari kemiskinan. Nilai tentang pentingnya pendidikan itu tertanam kuat dalam diri Wulan, menjadi semacam mantra yang ia bawa hingga dewasa. Setiap kali nilai ulangan diumumkan, ia selalu memperlihatkannya kepada sang ayah. Bukan untuk mencari pujian, melainkan karena ia tahu itulah cara terbaik untuk membalas pengorbanan kedua orang tuanya.

Ketika Terik Siang Mengajarkan Arti Pantang Menyerah

Wulan saat SMA
Wulan saat SMA
Masa SMA menjadi babak penting dalam hidupnya. Di usia remaja, Wulan mulai berani bermimpi lebih jauh, ia ingin kuliah. Sebuah keinginan yang di lingkungannya dianggap “kemewahan.” Banyak teman sebayanya memilih bekerja di pabrik atau menikah muda, tetapi Wulan berpikir lain. Suatu hari, di dalam angkutan kota, ia melihat ayahnya sedang mengayuh sepeda di tengah terik siang dengan tumpukan buku rapor di boncengan belakang. Saat itulah Wulan benar-benar memahami betapa keras perjuangan sang ayah agar ia bisa terus sekolah hingga perguruan tinggi. Namun, jalan menuju kampus tidaklah mudah. Wulan sempat ragu karena biaya kuliah bukan perkara kecil. Tetapi sang ayah tidak pernah goyah. “Kalau kamu berhenti, itu bukan karena uang Dik, tapi karena Bapak nyerah, dan Bapak gak mau nyerah,” katanya tegas. Kalimat itu menjadi titik balik hidup Wulan.

Perempuan yang Tak Takut Bermimpi

Wulan saat masuk Universitas Airlangga, Surabaya
Wulan saat masuk Universitas Airlangga, Surabaya
Ia pun memberanikan diri mendaftar ke Universitas Airlangga dan diterima di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen. Untuk memenuhi kebutuhan kuliah, ia bekerja paruh waktu, kadang menjaga konter handphone, berjualan pulsa, kadang menjadi SPG susu di supermarket. Di tengah segala keterbatasan ekonomi, Wulan tidak hanya berjuang untuk bertahan, tetapi juga menjaga IPK-nya agar tetap tinggi. Usahanya berbuah hasil, pada semester pertama, ia berhasil meraih beasiswa penuh dari Bank Dunia, dan hingga lulus ia tercatat sebagai lulusan cum laude dari Universitas Airlangga, Surabaya.

Restu Ayah di Ujung Panggilan Telepon
Wulan di kantor Kediri
Wulan di kantor Kediri
Setelah lulus kuliah, Wulan diterima bekerja di salah satu perusahaan nasional di Kediri sebagai tax accountant. Kariernya berjalan stabil hingga pada usia 26 tahun ia menerima lamaran dari pria yang kini menjadi suaminya. Setelah menikah, Wulan pindah ke cabang perusahaan di Jakarta dan dipercaya menjabat sebagai budget controller. Namun, tak lama kemudian ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Dengan berat hati, ia menelepon sang ayah untuk menyampaikan keputusannya. Dalam percakapan singkat yang penuh emosi, sang ayah hanya menjawab dengan nada berat namun penuh pengertian, mengiyakan apa pun yang menjadi pilihan putrinya. Sejak saat itu, Wulan berjanji dalam hati untuk terus mewujudkan harapan sang ayah agar ia tetap bisa berkarya dan mandiri, apa pun jalannya.

Menemukan Makna Baru di Dapur Kecil Rumahnya

Wulan bersama tim awal Dmamam
Wulan bersama tim awal Dmamam
Tahun 2015 menjadi titik balik dalam hidup Wulan. Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti berhenti berkarya. Berawal dari keresahan karena sulit menemukan makanan sehat yang cocok untuk anak pertamanya, Wulan akhirnya memutuskan untuk membuat olahan makanan sendiri di rumah dengan merek Dmamam. “Waktu itu saya baru punya Dylan,” kenangnya sambil tersenyum. “Saya pengin kasih makanan sehat, tapi yang praktis juga. Di pasaran susah banget nemuin produk yang benar-benar aman dan bergizi buat anak.” Dari dapur kecil di rumahnya, Wulan mulai bereksperimen membuat nugget sehat rumahan pada Juli 2015. Tak disangka, respon positif mulai berdatangan. Banyak ibu lain yang mengalami keresahan serupa. “Awalnya cuma buat anak sendiri,” ujar Wulan. “Tapi ternyata banyak teman dan tetangga yang minta coba. Mereka bilang anak-anaknya jadi lebih lahap makan, apalagi di fase GTM (Gerakan Tutup Mulut). Dari situ saya sadar, ternyata Dmamam bisa jadi solusi buat banyak ibu.” Nama Dmamam sendiri punya makna yang hangat. “Itu gabungan dari nama anak saya, Dylan, dan kata ‘mamam’, bahasa anak kecil untuk makan,” jelasnya. “Harapannya sederhana, semoga anak-anak tumbuh sehat dan senang makan.”

Dari Dapur Rumah ke Perusahaan dengan Makna

Penawaran saham PT. Dmamam Sehatin Indonesia 2023. Photo by RCTI+
Penawaran saham PT. Dmamam Sehatin Indonesia 2023. Photo by RCTI+
Setelah delapan tahun berjalan, usaha yang dulu dirintis dari dapur rumah itu akhirnya berkembang pesat. Wulan pun memberanikan diri untuk naik kelas, menjadikan usahanya berbadan hukum dengan nama PT Dmamam Sehatin Indonesia. “Buat saya, itu bukan cuma tentang bisnis,” katanya pelan. “Tapi tentang perjalanan seorang ibu yang ingin memberi makna lewat apa yang ia buat dari rumah, untuk banyak rumah.”

Saat ini PT Dmamam Sehatin Indonesia berfokus pada manufaktur frozen food sehat dengan berbagai varian seperti nugget, bento, dan aneka olahan protein tinggi lainnya. Proses produksi dilakukan dengan standar modern, higienis, serta menjaga gizi. Dengan konsep ini, D’Mamam bukan hanya produk pangan, tetapi juga bentuk saham sosial bagi para orang tua yang ingin mendukung gerakan makan sehat balita.

Dilansir dari lbs.id, D’Mamam berhasil menarik perhatian investor dan publik. Pada tahun 2023, D’Mamam menjadi finalis Indonesia Sharia Economic Festival, (ISYEF) hasil kolaborasi LBS Urun Dana dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pencapaian ini memperkuat posisinya sebagai pelopor frozen food sehat untuk balita.

Perempuan, Pendidikan, dan Perubahan Takdir


Wulan bersama tim 2025
Wulan bersama tim 2025
Bagi Wulan, perempuan dapat berdaya tanpa kehilangan jati dirinya sebagai istri dan ibu. Prinsip itu ia wujudkan melalui kepemimpinannya di PT Dmamam Sehatin Indonesia, di mana lebih dari 75% tenaga kerjanya adalah perempuan.
“Saya sangat mendukung pengembangan diri karyawan, terutama dalam hal pendidikan,” ujar Wulan. Ia selalu terbuka jika ada pegawai yang ingin melanjutkan sekolah atau kuliah. “Sejak tahun 2022, Dmamam Sehatin Indonesia bahkan membuka Rumah Belajar sebagai wadah untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan para karyawan. Beberapa di antaranya kini telah menyelesaikan studi, sementara yang lain sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” tambahnya.

“Kalau saya selalu bilang ke ibu-ibu di produksi,” ucap Wulan sambil tersenyum, “jangan pernah berhenti mendukung anak-anaknya sekolah setinggi mungkin. Walaupun capek kerja, kalau anak bisa sekolah lebih tinggi dari kita, itu sudah kebahagiaan yang nggak bisa dibeli.”

Keyakinan tentang pentingnya pendidikan berakar kuat dari nilai yang sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya, bahwa pendidikan adalah jalan untuk mengubah takdir. “Bapak saya hanya lulusan SMA dan hidupnya cukup struggle,” kenang Wulan. “Dari sanalah saya percaya bahwa setiap orang, khususnya perempuan, berhak mendapatkan kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan memberi dampak tanpa harus menanggalkan perannya dalam keluarga.”

Bagi Wulan, Pendidikan itu mengubah takdir, dan kini lewat Dmamam, ia ingin membantu banyak keluarga mengubah kebiasaan makan menjadi lebih sehat. Kisah lengkap dan produknya bisa kamu temukan di dmamam.id atau Shopee Dmamam Official Store.

Sumber:
Observasi, wawancara, dokumentasi
Company Profile PT. Dmamam Sehatin Indonesia
https://www.lbs.id/publication/investasi/ajib-inovasi-baru-dmamam-diserbu-pasar-cek-potensi-cuannya-disini
https://www.rctiplus.com/news/detail/travel/3320446/kemenparekraf-launching-penawaran-saham-pt-dmamam-sehatin-indonesia

Tulisan lainnya
Social Media
kontak yeTerangkat
yuhuuuterangkat@gmail.com
-
yeTerangkat
ruang cerita yang menumbuhkan harapan dan kehidupan berkelanjutan
-
yeterangkat.