4 Strategi Mempertahankan Nama Baik Instansi Kehutanan Pasca Bencana

4 Strategi Mempertahankan Nama Baik Instansi Kehutanan Pasca Bencana

4 Strategi Mempertahankan Nama Baik Instansi Kehutanan Pasca Bencana
Ilustrasi banjir (pexels.com/@pok-rie-33563/)
Dibaca normal sekitar 10 menit
oleh Darwadi


Bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat itu nggak cuma bikin sedih karena kerusakan fisik dan trauma warganya, tapi ternyata bawa masalah baru buat instansi negara. Detik.com memberitakan kalau ada kayu-kayu gelondongan dari Sumbar yang hanyut sampai ke pantai di Lampung. Nah, yang bikin gempar, di kayu-kayu itu ada label atau cat tulisan "Kemenhut" (Kementerian Kehutanan/KLHK).Kalau dilihat dari kacamata Public Relations (PR), ini bukan cuma soal sampah sisa banjir dan ini berpotensi menjadi bahaya buat citra instansi!

Warga yang lihat label itu bisa aja langsung mikir, "Wah, ini pasti gara-gara penebangan yang diawasi negara tapi nggak bener tata kelolanya, makanya banjir!" Label itu seolah jadi bukti kalau ada yang nggak beres.

Tulisan ini bakal bahas gimana caranya kita ngadepin situasi ini pakai panduan dari buku Handbook of Public Relations karya Robert L. Heath (2008). Intinya, gimana caranya Kemenhut bisa tetap dipercaya dan mempertahankan nama baiknya di saat orang-orang lagi skeptis banget sama pengelolaan hutan.

Poin utamanya adalah penemuan kayu ini bikin posisi kita geser, dari yang tadinya dianggap "korban bencana alam", bisa-bisa dianggap "penyebab bencana karena lalai". Oleh karenanya, kita butuh strategi yang jujur, cepat, dan nyata!


Bedah Masalah: Dari Bencana Alam Jadi Krisis Kepercayaan

Ilustrasi bedah masalah (pexels.com/@olly/)
Ilustrasi bedah masalah (pexels.com/@olly/)
Menurut Robert L. Heath di bukunya, PR itu bukan cuma soal ngasih info, tapi soal ngebangun hubungan baik dan memanage isu sebelum meledak. Di kasus kayu hanyut ini, kita lagi ngadepin apa yang disebut "Manajemen Isu".


Apa sih Masalah Sebenarnya?

Kayu yang hanyut sampai Lampung itu bukti kalau bencananya memang dahsyat. Tapi, gara-gara ada label "Kemenhut", ceritanya jadi beda. Publik yang lagi emosi pasti nyari siapa yang salah (kambing hitam).
  1. Pikiran Negatif Warga: Orang bisa mikir itu kayu ilegal yang dibiarin, atau kayu sitaan yang nggak diamankan. Pas banjir datang, kayu-kayu itu malah jadi proyektil yang bikin kerusakan makin parah.
  2. Reputasi Terancam: Kalaupun itu kayu legal (misalnya dari Hutan Tanaman Industri), orang bakal nanya, "AMDAL-nya gimana? dll"

Ekspektasi vs Realita

Heath sering bahas soal jarak antara harapan publik dan kenyataan. Harapannya kan Kemenhut itu "penjaga hutan" biar nggak banjir. Eh, pas banjir malah nemu kayu berlabel instansinya. Jelas warga kecewa. Simbol "Kemenhut" di kayu itu jadi kayak tanda kegagalan fungsi hutan yang seharusnya dilindungi atau efek dari hutan produksi bisa melindungi stakeholder terdekat disitu.

Apa Kata Teori?

Ilustrasi teori (pexels.com/@wsilvasjb/)
Ilustrasi teori (pexels.com/@wsilvasjb/)
Biar langkah kita nggak asal-asalan, kita lihat teorinya.

Teori Komunikasi Krisis Situasional (SCCT)

Teori ini bilang respon kita harus sesuai sama seberapa besar publik nyalahin kita.
  • Awalnya: Kita ada di posisi "Korban Bencana". Banjir itu faktor alam, muskipun ada faktor manusianya juga ya
  • Sekarang: Gara-gara kayu berlabel, kita geser ke posisi "Bisa Dicegah". Kalau publik percaya kita lalai, dan kita cuma bisa menyangkal alias "ngeles", reputasi kita bakal hancur lebur.

Teori Perbaikan Citra

Ada beberapa trik buat benerin nama baik:
  • Tindakan Korektif: Janji benerin masalah biar nggak kejadian lagi.
  • Minta Maaf: Kalau emang salah, ya ngaku dan minta maaf.
  • Kurangi Dampak: Tunjukin kalau kita lagi berusaha meminimalkan kerusakan.


Dialog dan Tanggung Jawab Sosial
PR zaman sekarang itu harus dua arah (Two-Way Symmetrical). Jangan cuma ngomong ke publik, tapi ngobrol sama publik. Label di kayu itu adalah "pesan", dan kita harus jawab pesan itu dengan dialog terbuka soal asal-usul kayunya.

Jadi, Strateginya Gimana?

Ilustrasi Strategy (pexels.com/@karola-g2/)
Ilustrasi Strategy (pexels.com/@karola-g2/)
Berdasarkan teori-teori tadi, ini langkah-langkah konkret yang bisa diambil,

Strategi 1: Cek Fakta dan Transparan Aja!

Langkah pertama, jangan panik dan jangan berasumsi.
  • Aksi: Langsung kirim tim ke Lampung. Cek itu kayu apaan.
  • Ngomong ke Publik: "Kita lagi cek nih kayunya. Ini kayu sitaan lama, kayu legal, atau jangan-jangan label palsu?"
  • Alasannya: Kata Heath, ketidakpastian itu bikin gosip makin liar. Mending kasih fakta pahit daripada ngebiarin orang ngarang bebas. Kalau itu emang kayu sitaan ilegal yang hanyut, bilang aja jujur. Jadi posisinya "Negara kehilangan barang bukti karena bencana", bukan "Negara ngebolehin nebang pohon".


Strategi 2: Atur Ulang Ceritanya (Reframing)

Kalau ternyata itu Kayu Sitaan atau Kayu Legal:
  • Situasinya: Mungkin itu kayu hasil operasi penegakan hukum yang udah ditumpuk di tempat aman, tapi banjirnya saking dahsyatnya sampai kebawa arus.
  • Pesan Kuncinya: "Bencana ini luar biasa dahsyat sampai tempat penyimpanan kita yang aman pun jebol. Ini murni kekuatan alam (Force Majeure)."
  • Penerapannya: Kita bingkai kejadian ini bukan sebagai kelalaian, tapi sebagai dampak cuaca ekstrem yang nggak bisa dilawan, sambil tegesin kalau kayu itu sudah disita negara (artinya kita udah kerja nangkepin pembalak liar sebelumnya).

Strategi 3: Jangan Cuma Ngomong, Bantu Beres-beres!

Nama baik nggak bisa balik cuma pakai omongan manis. Harus ada aksinya.
  • Bersihin Pantai: Jangan cuma ambil kayu yang ada labelnya doang (nanti dikira mau ngilangin jejak!). Ajak warga Lampung buat bersihin pantai bareng-bareng.
  • Pesan Kuncinya: "Kami tanggung jawab sama kayu ini, dan kami juga peduli sama lingkungan kalian."
  • Alasannya: Ini namanya ambil hati masyarakat (Goodwill). Kalau kita turun tangan bantu warga, kemarahan mereka pasti mereda.


Strategi 4: Edukasi Soal "Label" Kayu

Banyak orang awam nggak ngerti arti cat merah atau kuning di kayu.
  • Caranya: Bikin video pendek atau poster simpel. Jelasin bedanya label sitaan, label legal, sama label pajak.
  • Tujuannya: Biar orang paham. Kalau mereka tahu label itu artinya "Kayu ini udah bayar pajak" atau "Ini sitaan negara", mereka bakal lebih tenang dibanding kalau mereka ngira itu "Kayu curian yang dibekingi".


Gimana Kalau Skenario Terburuk Terjadi?

Ilustrasi kondisi buruk (pexels.com/@cottonbro/)
Ilustrasi kondisi buruk (pexels.com/@cottonbro/)
Misalnya nih, ternyata itu kayu ilegal baru yang dikasih label "asli tapi palsu" sama oknum buat dicuci (laundering)? Di sini integritas diuji banget.
  • Strategi: Minta maaf dan pisahkan diri. Pimpinan harus minta maaf, akui ada yang bobol, dan tindak tegas oknumnya.
  • Prinsipnya: Jangan bela yang salah. Kalau ada bagian yang busuk, potong aja biar badannya tetap sehat. Transparansi itu kunci!


so, pada intinya ubah krisis jadi pembuktian
Nemu kayu berlabel Kemenhut di pantai Lampung itu emang momen yang bikin deg-degan. Ini ujian berat buat kepercayaan publik.Tapi tenang, kita nggak boleh defensif atau diam aja. Kuncinya adalah gabungan dari Jujur soal Data (jelasin asal kayunya), Punya Empati (bantu bersihin pantai), dan Kasih Edukasi (jelasin sistemnya).

Nama baik instansi di masa bencana kayak gini bergantung sama seberapa cepat kita ngebuktiin kalau kita ini bagian dari solusi, bukan biang masalah. Dengan komunikasi yang jujur dan aksi nyata, momen krisis ini justru bisa jadi kesempatan buat nunjukin kalau penegakan hukum kita tegas dan kita peduli sama lingkungan!

Sumber
  1. Heath, R. L. (Ed.). (2008). Handbook of Public Relations. Sage Publications.
  2. Detik.com. (2024). https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-8248870/ada-label-kemenhut-di-kayu-gelondongan-asal-sumbar-yang-terdampar-di-lampung
Tulisan lainnya
Social Media
kontak yeTerangkat
yuhuuuterangkat@gmail.com
-
yeTerangkat
tempat ide ketemu hati nurani dan ditulis!
-
yeterangkat.